Memahami Bendera Merah Putih sebagai Simbol Bangsa dan Negara Indonesia

Terjadi lagi anak muda melakukan tindakan yang ditengarai menghina simbol negara.  Di dalam sebuah kamar pribadi, ketika menonton tayangan televisi upacara bendera hari kemerdekaan RI 17 Agustus 2023 di Istana Merdeka, seorang wanita muda melakukan hal yang tidak wajar dilakukan.  Di tayangan televisi, tampak bendera merah putih hendak dikibarkan, dan pemimpin upacara menyerukan aba-aba hormat bendera.  Melihat hal itu, salah satu wanita muda ini sambil tiduran berteriak, “Hormat bendera oi…hormat…oi…hormaaat.  Hehehehehe hahahahaha (terkekeh-kekeh).  Hormat kalian semua, hormat…hi hi hi hi (terkekeh-kekeh).”

Potongan adegan yang hanya sebentar itu sesungguhnya terjadi di kamar pribadi, dan hanya diketahui oleh mereka sendiri.  Namun sayangnya, adegan itu direkam dan “di-publik-asikan” media sosial.  Tak ayal lagi, video pribadi itu menjadi konsumsi publik.  Publik (netizen) jadi tahu, dan akibatnya, netizen menghujat tindakan si wanita muda, dan mendesak untuk melaporkannya pada polisi.  Celakanya, kemudian ada pakar hukum yang melaporkan wanita muda itu ke Polda Metro Jaya.  Mau tak mau, seorang generasi muda anak bangsa harus berurusan dengan masalah hukum.  Memprihatinkan. 

Mencegah jauh lebih baik daripada mengobati.  Satu pertanyaan penting untuk mencegah adalah, “Mengapa perbuatan yang dilakukan oleh si wanita muda itu dihujat, bahkan sampai dilaporkan pada polisi?”  Dalam sudut pandang Administrasi Publik, terkhusus pada fokus kebijakan publik, pengetahuan tentang UU RI Nomor 24 Tahun 2009 (tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan), semoga dapat mencegah terjadinya lagi kejadian serupa.  Beberapa hal yang perlu diketahui dan dipahami, yaitu:

  1. Berkenaan dengan keberadaan bendera NKRI, sudah ditetapkan bahwa setiap orang dilarang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara.  Hal ini diatur dalam pasal 24 huruf a.
  2. Sudah ditetapkan adanya ketentuan pidana terhadap setiap orang yang melanggar larangan pada pasal 24 huruf a akan dapat dipidana dengan pedana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).  Hal ini diatur dalam pasal 66.
  3. Larangan (pasal 24 huruf a) dan ketentuan pidana (pasal 66) diarahkan untuk menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 3 huruf b).

Ranah publik berbeda dengan ranah privat.  Tindakan di ranah publik perlu kehati-hatian.  Tindakan yang salah dapat berakibat fatal.  Tindakan salah yang tidak disengaja pun dapat berakibat fatal.

Ditulis oleh: Dr. Purbayakti Kusuma Wijayanto, S.Sos., M.Si

© Ilmu Administrasi Negara Internasional UNISRI